BAB VII
PUBLIC SPEAKING
A.
PENGANTAR
Secara
sederhana, kegiatan public speaking adalah kemampuan berbicara didepan sejumlah
orang. Proses komunikasi kegiatan public speaking dapat berbentuk
komunikasi langsung dan
bermedia,tergantung dari jumlah sasaran atau target khalayak. Rata-rata orang
dewasa menghabiskan 30 persen dari waktu yang mereka miliki adalah melakukan
percakapan atau berkomunikasi. Kebiasaan melakukan komunikasi melalui
percakapan dengan baik, akan menjadikan kemudahan untuk berbicara dalam berbagai
situasi dan suasana. Walaupun terdapat kemiripan, antara public speaking dengan
percakapan sehari-hari (everyday conversation) , tentunya tidaklah sama, bahkan
terdapat perbedaan utama antara percakapan keseharian (everyday conversation)
dengan public speaking. ( hal. 108 )
Seorang pelaksana PR ketika akan melakukan kegiatan
publik speaking, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan topik.
Biasanya topik sangat dipengaruhi oleh visi-misi pertemuan, karakteristik
pendengar dan kemampuan pembicara. Setelah topik ditetapkan, kemudian
menetapkan tujuan. Penetapan tujuan merupakan gerbang persiapan public
speaking. Karena setelah menetapkan tujuan, akan diketahui persiapan-persiapan
apa saja yang harus dilakukan selanjutnya. ( hal. 108)
Publik speaking harus terstruktur secara sangat
baik, karena seringkali dibatasi oleh waktu. Pendengar juga tidak bisa
sembarangan memberikan komentar dan pertanyaan karena sudah ditetapkan dan
diatur waktunya. Seorang PR juga dituntut untuk dapat mencapai tujuan dari
pembicaraan yang dilakukannya. Saat mempersiapkan diri, harus memikirkan
kemungkinan jawaban, dan pertanyaan yang dapat muncul dari pikiran pendengar.
Karena itu pada dasarnya, public speaking menuntut perencanaan secara rinci dan
lebih teliti dari percakapan biasa. Public speaking menuntut penggunaan bahasa
yang formal. Pendengar biasanya akan beraksi negatif pada pembicara yang tidak
mempercantik bahasa mereka saat berbicara. (
hal. 109 )
B.
PELAKSANAAN
PUBLIC SPEAKING
Public speaking
juga sangat erat kaitannya dengan penampilan (performance). Pendengar akan
selalu menanggapi hal-hal yang berkaitan dengan penampilan. Public speaking
dapat menghasilkan sesuatu yang berbeda atau membuat perubahan pada dunia
dengan cara yang sederhana, yaitu berbicara. Terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi pelaksanaannya :
1.
Tampilan Fisik
2.
Tekanan Suara
3.
Tujuan
(
hal. 110 )
C.
PERSIAPAN
PUBLIC SPEAKING
Penetapan tujuan
merupakan pintu gerbang persiapan public speaking. Karena setelah menetapkan
tujuan, pelaksana humas atau PR akan mengetahui persiapan-persiapan apa saja
yang harus dilakukan pada tahap lanjut.
Tujuan
Umum public speaking
yaitu : membujuk, memberi tahu, menghibur, menyampaikan informasi dengan
jelas, akurat, menarik perhatian, agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman pendengar.
Tujuan
Khusus public speaking yaitu : metoda dan teknik untuk
menetapkan topik, tujuan umum, tujuan khusus, ide sentral secara sistematis. ( hal. 111 )
D.
PROSEDUR
PERSIAPAN PUBLIC SPEAKING
Terdapat empat
yang harus diperhatikan oleh seorang pelaksana humas atau PR didalam
mempersiapkan prosedur public speaking bagi kepentingan perusahaan atau
organisasi, yaitu :
1.
Menentukan topik
2.
Menetapkan tujuan umum
3.
Menetapkan tujuan khusus
4.
Menetapkan ide sentral
(
hal. 111 )
E.
PERSIAPAN
PENYUSUNAN IDE SENTRAL
Pedoman untuk
membuat ide sentral, adalah pesan yang pelaksana humas atau PR inginkan agar
pendengar tetap ingat, setelah mereka melupakan semua isi public speaking.
Persiapan penyusunan ide sentral meliputi :
1. Khalayak
biasanya ingin mendengar tentang hal-hal yang berarti bagi mereka. Khalayak itu
sifatnya egois (egocenstric). Mereka memberikan perhatian yang besar terhadap
pesan yang mempengaruhi nilai-nilai mereka, kepercayaan mereka, dan keberadaan
mereka.
2. Tidak
ada hal yang paling penting membuat orang tertarik, selain tentang diri mereka
sendiri, masalah mereka sendiri, dan cara menyelesaikan masalah mereka.
3.
Karena itu, pembicara yang baik
adalah yang berorientasi pada pendengarnya. Pelaksanaan humas atau PR harus
tahu bahwa public speaking bukanlah untuk membuat pelaksanaan humas atau PR
menjadi diatas atau superior dari pendengar. Melainkan untuk membangkitkan
perasaan, dan keinginan yang kuat dari pendengar. Sehingga dapat menghasilkan
respon yang sesuai dengan keinginan pelaksanaan humas atau PR. ( hal.
112 )
F.
ANALISIS
KHALAYAK
Sebagai salah
satu metoda dan teknik PR, efektivitas kegiatan public speaking terhadap publik
salah satunya adalah melakukan analisis khalayak, utamanya bilamana kegiatan
public speaking menggunakan lembaga penyiaran (media broadcasting). Analisis
khalayak yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan public speaking
dikelompokkan dalam dua hal :
1.
Analisis
demografi, merupakan analisis yang secara khusus digunakan
untuk mengetahui usia, faktor gender, latar belakang suku, budaya, dan bangsa,
dan agama.
2.
Analisis
Situasi, merupakan analisis yang mempelajari khalayak
sebagai target dari sasaran komunikasi, meliputi jumlah khalayak, setting
fisik, kedudukan pendengar terhadap subjek, kedudukan pendengar terhadap
pembicara. ( hal. 113-114 )
G.
PENGORGANISASIAN
NASKAH
Mengorganisasikan
dan membangun materi public speaking yang kokoh dapat dilakukan jika
pelaksanaan humas atau PR menguasai fungsi ketiga komponen dasar public
speaking, yaitu : pembukaan, batang tubuh, dan penutup.
Sistematika penulisan
naskah dalam kegiatan public speaking meliputi :
1. Pembukaan
: - Tumbuhkan perhatikan dan rasa ingin tahu
khalayak
- Umumkan
topik
- Tunjukkan
kredibiltas dan iktikad Anda
- Jelaskan
pokok bahasan
2. Batang
Tubuh : - Topik
-
Tujuan Umum
-
Tujuan Khusus
-
Ide Sentral
-
Pokok Pikiran
3. Penutup : -
Ingatkan khalayak penyampaian public speaking akan diakhiri
-
Sampaikan rangkuman materi ( hal. 115 )
H.
METODA
CRESENDO & ENDING
Metode ini
diadopsi dari teknik musik. Dengan menggunakan metode ini, pelaksanaan humas
atau PR harus membangun minat dan perhatian dari pembukaan dengan menggunakan
suara, naik itu nada, intonasi, ketukan, maupun volume suara.
Metode ini juga merupakan kombinasi antara isi pesan
yang dramatik, gerak badan, dan jeda kalimat. Kombinasi itulah yang menciptakan
momen penutupan yang berkesan karena memang sudah dirancang dari awal. ( hal. 116 )
I.
METODA
MENYAMPAIKAN PESAN
Peranan PR untuk
menyampaikan sejumlah kebijaksanaan organisasi tidak dapat melakukan kegiatan
public speaking tanpa memiliki materi yang akan disampaikan. Penguasaan dan
memiliki akses informasi yang akan disampaikan belumlah cukup, karena harus
tahu bagaimana cara menyampaikannya.
Oleh karenanya, salah satu cara yang tepat bagi seorang
PR untuk membawakan kegiatan public speaking agar dapat berjalan sebagaimana
diharapkan, maka perlu memperhatikan pemilihan dari jenis metoda penyampaian
yang lazim digunakan terdiri dari :
a. Membaca Naskah,
merupakan teknik public speaking yang menyamapaikan pesan dengan cara membaca
naskah pesan, metode ini menuntut kemampuan yang tinggi. Ragu-ragu, memberi
jeda di tempat yang salah, membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, tanpa
nada ( monotone ). Kesimpulannya, mereka bukan “berbicara dengan pendengar”
tapi malah “membaca untuk mendengar”.
b. Menghafal Naskah,
merupakan teknik public speaking yang menyampaikan pesan dengan cara menghafal
naskah pesan. Penggunaan metode ini memastikan Anda benar-benar hafal, agar
dapat berkonsentrasi dalam menyampaikannya, bukan berkonsentrasi
menghafalkannya. Akan lebih buruk lagi jika Anda sampai terdiam, melihat
langit-langit atau jendela untuk dapat mengingat hafalan Anda. Karena itu
latihlah sebaik mungkin.
c. Impromtu, merupakan
teknik public speaking yang digunakan apabila Anda hanya memiliki waktu
persiapan yang sedikit dan singkat. Hanya sedikit orang yang mau menggunakan
cara ini, tapi kadang cara ini tidak dapat dihindari.
d.
Extemporaneously,
merupakan
teknik public speaking yang digunakan apabila Anda hanya memiliki waktu
persiapan yang sedikit dan singkat, namun telah dipersiapkan sebelumnya. ( hal. 117-118 )
J.
KIAT
MENGATASI HAMBATAN
Gugup dapat
terjadi karena situasi public speaking sering dianggap sebagai situasi yang
mengancam. Karena dianggap ancaman, maka adrenalin dalam tubuh bergerak cepat.
Akibatnya kendali otak melemah, tubuh menjadi kaku, gemetar, keluar keringat,
dan reaksi biologis lainnya. Dalam dunia komunikasi, dikenal apa yang disebut
sebagai Adagium, yaitu : “Semakin tinggi ketidakpastian (uncertainty), maka
semakin tinggi kecemasan (anxiety)”. Hambatan utamanya adalah “Gugup”.
Dapat dijelaskan untuk mengatasi rasa gugup
tersebut, maka seorang PR perlu memperhatikan hal berikut ini :
a. Dapatkan Pengalaman Berbicara.
Kalau Anda sudah sering menghadapi situasi, maka keadaan itu kelak akan menjadi
ancaman lagi bagi Anda. Sebab pengetahuan dan pengalaman akan membangun
kepercayaan diri Anda.
b. Lakukan Persiapan.
Stephen E. Lucas mengatakan bahwa : “Satu menit dari waktu berbicara Anda,
membutuhkan persiapan selama satu jam”. Anda mungkin berpikir waktunya terlalu
banyak, tapi yakinlah bahwa Anda akan
mendapat hasil yang sepadan dengan lamanya persiapan Anda tersebut.
c. Berpikir Positif.
Percaya diri sering dikenal sebagai kekuatan dari positive thinking. Jika Anda
berpikir ‘Anda bisa’, maka Anda akan bisa, begitu pula sebaliknya. Karena itu
pikiran negatif yang seringkali muncuk harus dapat diubah menjadi positif.
d.
Gunakan
Kekuatan Visualisasi. Kekuatan visualisasi juga erat
kaitannya dengan positive thinking. Karena penelitian menunjukkan bahwa
imajinasi visual pada pikiran kita, dapat meningkatkan performa secara signifikan.
Bayangkan Anda berdiri dengan percaya diri dan mantap didepan, sambil melakukan
kontak mata dengan khalayak. Menyampaikan buah pikiran Anda dengan lancar,
tegas, dan suara yang jelas. Akibatnya, semakin jauh Anda menjelaskan, maka
semakin meningkat ketertarikan khalayak dan semakin meningkat pula kepercayaan
diri Anda. (hal. 119)
BAB VIII
PUBLISITAS MEDIA
A.
PENGANTAR
Publisitas media melalui surat kabar, radio, dan
televisi merupakan media publisitas yang mendukung kegiatan public relations
untuk penyebaran informasi, kepada publik luas dengan pemberitaan (news).
Dilihat dari perkembangannya, publisitas media dapat juga dilakukan melalui
iklan layanan masyarakat atau disebut “Public Service Announcements”, atau
dikenal dengan singkatan populernya “PSA”. Pemberitaan melalui publisitas
media, umumnya dilakukan dengan mengadakan siaran-pers atau siaran-berita (press
release/new release), wawancara pers (pers interview). Publisitas yang
dilakukan melalui siaran-pers (press release) dengan berbagai metoda yang
digunakan, dirancang dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan (broaden
knowledge) dan pemahaman positif (recognition positive) mengenai berbagai
kegiatan pribadi seseorang atau organisasi. ( hal. 121 )
B.
JENIS
PUBLISITAS
Karena
publisitas media sering digunakan dalam berbagai peristiwa (events), antara
lain seperti peresmian perdana atau peluncuran perdana (grand opening) promosi
produk, promosi jasa, acara penggalangan dana sosial, maka Fraser P. Seitel
mengelompokkan publisitas media kepada :
a. Features Publisitas (Features
publicity). Jenis publisitas yang memperkenalkan
citra dan kesuksesan pribadi seseorang pimpinan atau lembaga mengenai produk
atau jasa yang dihasilkan kepada publik, biasanya jenis publisitas ini
menggunakan reporter lepas (freeland writers) dalam merancang siaran persnya.
b. Finansial Publisitas (Finacial
publicity). Merupakan jenis publisitas yang secara
khusus mempublikasikan informasi finansial secara aktual kepada publik, dengan
tujuan untuk menumbuhkan kepercayaan publik agar publik mau menggunakan layanan
finansial yang ditawarkan.
c. Publisitas Produk (Product
Publicity). Merupakan jenis publisitas media yang
secara khusus memperkenalkan suatu produk kepada publik melalui media, dengan
tujuan untuk meningkatkan pemasaran.
d.
Publisitas
Foto/Gambar (Picture/Photo Publicity). Merupakan jenis
publisitas yang mempromosikan layanan dari suatu produk atau jasa kepada
publik, dengan tujuan agar publik memahami serta mau menggunakan produk atau
jasa yang diperkenalkan. Prinsip dasar publisitas ini mengambil dasar pemikiran
dari pepatah kuno (the old maxim) yang mengatakan “a good photo is worth a
thousand words”. ( hal. 122 )
C.
SIARAN
PERS (PRESS RELEASE)
Yang dimaksud
dengan siaran pers (press release) ialah pengiriman berita yang sudah jadi
kepada surat kabar atau media lainnya, termasuk radio dan televisi. Materinya
menyangkut hal-hal yang penting yang ingin disampaikan kepada khalayak luas,
mengenai usaha dan aktifitas perusahaan dan organisasi. Agar siaran pers
memperoleh tempat di surat kabar atau media penyiaran, maka setiap pelaksana
Public Relations harus mengetahui serba sedikit mengena jurnalistik media,
seperti pemahaman berita, syarat berita, dan nilai berita tetapi yang tak
kurang pentingnya adalah bagaimana cara menulis berita atau news writing.
Menulis siaran-berita (news release) untuk publikasi di media massa memiliki
perbedaan antara siaran-pers di media cetak dengan media penyiaran. Tulisan di
surat kabar bisa diulang baca setiap saat, sebaliknya di radio atau hanya
sekali atau dua kali disiarkan. Di samping itu waktu siaran, khususnya di media
penyiaran juga terbatas, berbeda dengan waktu penerbitan di media cetak. Karena
itu siaran-pers atau siaran berita untuk radio atau televisi lebih selektif,
padat, dan singkat. ( hal. 123 )
D.
MATERI
SIARAN
Ada beberapa hal
yang kiranya patut menjadi perhatian mengenai siaran pers itu, pertama sekali
adalah mengenai isi (materi) dari siaran. Sebab bagaimanapun juga siaran pers
itu tidak terlepas daripada penyebaran informasi yang ditujukan untuk menarik
perhatian umum. Dengan demikian maka materi yang hendak disiarkan haruslah
selektif.
Yang patut pula menjadi perhatian ialah panjang atau
pendeknya siaran pers itu. Kiranya baik diingat, bahwa redaksi surat kabar
selalu bergelut dengan waktu dan ruang (tempat). Disamping keadaan teknis
percetakan, dan keinginan redaksi untuk memuat semua berita, menyebabkan suatu
siaran-pers yang panjang betele-tele selalu menjadi isi keranjang sampah,
apalagi jika nilai kepentingannya tidak ada. Materi dari siaran pers jika tidak
sangat penting, bikinlah singkat dan sederhana. Dalam pada itu pengaruh hidup
di abad teknologi ini membuat manusia bagai hidup diburu, serba mau cepat dan
praktis ini juga mempengaruhi pembaca surat kabar. Tidak heran jika terkadang
mendapati seseorang yang hanya sekedar membaca kepala berita saja dan bilamana
menyangkut kepentingan kelompok atau individu atau keluarga, barulah membaca
berita itu sampai habis. Karena itulah maka dalam teknis penulisan berita
seorang pelaksana PR harus selalu mengupayakan agar penyusunan kata dalam
kalimat pendek yang dapat mengungkapkan peristiwa terjadi, sesuai yang ingin
disampaikan. ( hal. 124 )
E.
METODA
DAN TEKNIK PENULISAN PUBLISITAS
Ada tiga
keterampilan teknis yang perlu dimiliki dalam penulisan siaran-pers oleh
seorang PR, ketiga keterampilan itu adalah :
1. Kecakapan
Menulis. Kecakapan menulis dapat diperoleh melalui banyak
latihan. Banyak membaca karangan-karangan orang lain dan mempelajari
cara-caranya akan banyak membantu. Menulis sama dengan berbicara. Kecakapan
menulis, memiliki perbedaan antara seseorang dengan orang lain dalam mengungkapkan
peristiwa, ini disebut “style”.
2. Kepandaian
untuk menampilkan ide (pikiran). Karena itu bagaimanapun pendapat orang
mengenai style yang baik, adalah gaya sendiri. Saran dan pendapat orang lain
hanyalah sekedar bahan perbandingan. Saran meniru-niru style orang lain tidak
selamanya membawa hasil yang baik. Pakailah cara sendiri yang praktis dan mudah
dimengerti. Kemudian yang tidak kurang pentingnya untuk diketahui ialah, bahwa
menulis berita tidak sama dengan mengarang cerita roman, atau menulis artikel
ilmiah.
3. Kecermatan
menonjolkan fakta dan detail. Kepandaian untuk menampilkan ide (pikiran) adalah suatu seni. Banyak orang yang punya ada
yang baik, akan tetapi menuangkannya diatas kertas terkadang tidaklah mudah.
Ini tidak lain karena ia tidak tahu mana yang harus didahulukan dan mana yang
menyusul kemudian.
Terdapat model penulisan dalam kaidah jurnalistik yaotu
model piramida, dan yang lumrah dipakai sekarang ini ialah piramida terbalik
(inverted pyramide). Maksudnya, didahulukan yang penting baru menyusul
detail-detailnya. Jadi berbeda dengan piramida biasa, dimana klimaks kejadian
pada bagian terakhir daripada tulisan. Dipakainya piramida terbalik tidak lain
adalah untuk memikat perhatian pembaca.
|
Pemakaian piramida terbalik hendaklah didahului dengan
lead pada permulaannya. Lead merupakan intisari dari isi berita. Dalam lead ini
terkandung unsur 5W dan 1H. Sesudah lead baru menyusul tubuh berita yang secara
sistematis menguraikan duduk kejadian secara lengkap. ( hal. 126)
Bagi seorang petugas
public relation (professional PR) yang baik ia tidak akan berhenti dengan
publikasi dari siaran pers (press release) yang pertama itu. Ia akan membuat
lagi siaran-pers berikutnya dengan isi pesan (message content) mengenai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan, respons baik yang diperoleh panitia, sumbangan material
diperoleh panitia, apalagi jika datangnya dari instansi pemerintah merupakan
akses informasi yang akan memperkaya isi siaran pers tersebut. (
hal.128 )
Terdapat dua bentuk publisitas yang sering dilakukan oleh
seorang PR :
1. Release Fealtures.
Siaran pers tidak hanya mengenai berita (news), tetapi dapat juga berupa
karangan-karangan, tulisan atau artikel yang menarik. Tulisan seperti ini
disebut features.
2.
Wawancara
Pers (Press Conference). Merupakan suatu percakapan atau
tanya jawab yang berlangsung antara seorang wartawan dengan seorang pimpinan
perusahaan/organisasi, tokoh masyarakat, elit politik, bertujuan untuk
mendapatkan berita (news) dan pendapat (opinion). ( hal.129 )
F.
KIAT
PENANGANAN WAWANCARA
Penanganan
wawancara atau dalam istilah asing disebut “handling interviews”, bertujuan
agar kegiatan publisitas yang dilaksanakan seorang PR memperoleh publisitas
yang baik. Selanjutnya, Fraser Seitel mengelompokkan penanganan wawancara
kepada :
1. Wawancara Media Cetak ( Print
Interviews ). William J. Ardery III dalam tulisannya “The Editional Interview : how to Get the
Most Out of it”, menjelaskan untuk menangani wawancara dengan media cetak
(print interviews),......... sepuluh kepentingan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan ketika melakukan wawancara dengan surat kabar, majalah, atau media
cetak lainnya. (..ten do’s and don’ts are important in newspaper, magazine, or
other print interviews) :
a.
Lakukan sebagai PR (Do your homework in advance)
b.
Santai (Relax)
c.
Berbicara didalam istilah pribadi (Spek in personal term)
d.
Terimalah atau sambutlah pertanyaan
yang baik (Welcome the “native” question)
e.
Jawab pertanyaan secara singkat dan
langsung (Answer question briefly and
directly)
f.
Jangan sombong (Don’t bluff)
g.
Nyatakan fakta yang mendukung (State facts, back up generalities)
h.
Jika wartawan dijanjikan informasi
lebih lanjut, lakukan itu segera (If the
reporter is promised further information, get it to him quickly)
i.
Tidak terdapat sesuatu yang
dirahasiakan (There is no such thing as
“off the record”)
j. Katakan
yang benar (Tell the truth) ( hal. 130-131 )
2. Wawancara Media Penyiaran
(Broadcast Interviews). Eliot Frankel sebagai praktisi media penyiaran menjelaskan bagaimana
cara “meng-handle” wawancara di media penyiaran, khususnya TV. Berikut ini
beberapa kiat penanganannya :
a.
Lakukan persiapan (Do prepare)
b.
Perlakukan sebagai diri sendiri (Do be yourself)
c.
Lakukan dengan jujur dan terbuka (Do be open and honest)
d.
Lakukan dengan singkat (Do be brief)
e.
Lakukan secara langsung. Hati-hati
dengan lelucon (Do play it straight. Be
careful with humor)
f.
Lakukan kesempatan itu secara sopan
(Do dress for the occasion)
g.
Jangan berasumsi pewawancara
mencari anda (Don’t assume the
interviewer is out to get you)
h.
Jangan berpikir apa yang
disampaikan akan disiarkan (Don’t think
everything you say will be aired)
i.
Jangan biarkan pewawancara
menguasai (Don’t let the interviewer
dominate)
j.
Jangan katakan “tidak ada komentar”
(Don’t say “no comment”)
k.
Berhentilah (Do Stop) (
hal. 131 )
3.
Konferensi
Pers (Press Conference). Berikut ini dijelaskan
langkah-langkah penanganan wawancara pada acara konferensi pers :
a. Jangan
mengenalkan sebagian saluran media favorit, mengundang semua wakil dari
saluran-saluran berita utama (Don’t play
favorites, invite representative from all major news outlets)
b. Sebaiknya
media diberi tahu lebih awal mengenai konferensi melalui pos, selanjutnya
melalui telepon (Notify the media by mail
well in advance of the conference and the follow up by the telephone)
c. Konferensi
dipersiapkan lebih awal harinya (Schedule
the conference early the day)
d. Laksanakan
konferensi di ruangan rapat, bukan di kantor seseorang (Hold the conference in a meeting room, not some one office)
e. Keterbatasan
waktu konferensi, sebaiknya segera dimulai (The
time a lotted for the conference should
be started in advance)
f. Persiapkan
bahan-bahan untuk melengkapi presentasi si pembicara (Prepare materials to complement the speaker prsentation)
g. Biarkan
reporter datang dan mengetahui (Let the
reporter know the and has come) ( hal. 131-132 )
G.
HAK
DAN KEWAJIBAN PERS
Sebagai catatan,
buku ini pertama kali diterbitkan di masa rejim Orde Baru berkuasa di bawah
kepemimpinan Presiden Alm. Soeharto tahun 1985, penulis melihat realitas media
pada waktu dalam kaitan hak dan kewajiban pers yang berbeda dengan rejim orde
reformasi saat ini. Oleh karenanya didalam menguraikan mengenai “Hak dan
Kewajiban Pers” dalam kaitannya dengan kegiatan publisitas media, secara
singkat dapat diuraikan kepada dua tahap perkembangan yaitu :
1.
Hak
dan Kewajiban Pers di Masa Rejim Orde Baru
a. Berdasarkan
Undang-Undang Pokok Pers No.11 Thn 1996, pers nasional didalam proses penyiaran
berita di media cetak dan elektronik, selalu memperhatikan pentingnya
“kepentingan nasional” dikenal dengan “National Interest” disingkat “NI” dan
Keamanan Nasional atau disebut “national Security”, disingkat “NI”.
b. Kode
etik jurnalistik di masa rejim Orde Baru berkuasa pada pasal 3 ayat (1)
menyebutkan : “tulisan yang bersifat tuduh-tuduhan yang tidak benar, hasutan
yang membahayakan keselamatan negara, fitnahan, pemutar balikan kejadian dengan
sengaja, penerimaan suatu untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu berita
atau tulisan, adalah pelanggaran yang berat bagi professi jurnalistik.
c.
Pasal 5 Kode Ethik Jurnalistik
Indonesia mengingatkan pula : “dalam tulisan yang menyatakan suatu kejadian.
Wartawan Indonesia mempergunakan kebebasannya dengan menitik beratkan pada
tanggung-jawab nasional dan sosial, kejujuran, sportivitas dan toleransi. ( hal.
133 )
2.
Hak
dan Kewajiban Pers di Masa Rejim Orde Reformasi
a. Setelah
rejim Orde Reformasi berkuasa, utamanya dibawah kepemimpinan Presiden SBY,
terdapat perubahan yang mendasar pada Kode Etik Jurnalistik, utamanya pada
Pasal-3 menyebutkan : “Wartawan Indonesia selalumenguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah”.
b. Berimbang
adalah memberikan ruang dan waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
c. Opini
yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan, hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d.
Asas praduga tak bersalah adalah
prinsip tidak menghakimi seseorang. (
hal. 134 )
3. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers Bab-II Pasal-4 menyebutkan
:
a. Kemerdekaan
pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
b. Terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran
penyiaran.
c. Untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan, dan informasi.
d.
Dalam mempertanggungjawabkan
pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. ( hal. 134 )
4. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Bab-II Pasal-5
menyebutkan :
a. Pers
nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
b. Pers
wajib melayani Hak Jawab.
c.
Pers wajib melayani Hak Tolak. ( hal.134 )
Adanya siaran pers yang tidak benar,
terkadang instansi atau dinas yang bersangkutan bersifat tertutup, atau
bersifat tabu terhadap pers. Kalaupun instansi atau dinas tersebut mempunyai
Humas, maka Humasnya tidak bekerja dengan baik atau tidak mendapat kepercayaan
penuh melaksanakan tugas dan fungsinya. Adanya kekeliruan didalam siaran pers,
salah satu eksesnya, pers tidak memperoleh kesempatan untuk men-cek dan re-cek
berita yang diperoleh. ( hal.135 )
BAB IX
PUBLIC RELATIONS ADVERTISING
A.
PENGANTAR
PR periklanan
atau humas periklanan dan istilah asingnya disebut “public relations
advertising” memiliki keunikan. Jika pemasaran atau “Mareketing” bertujuan
memasarkan produk agar dibeli publik, periklanan atau dikenal dengan
“Advertising” bertujuan mempromosikan produk, maka “Public Relation
Advertising” justru memusatkan kepada upaya menumbuhkan pencitraan lembaga dari
produk yang diperkenalkan kepada publik.
Periklanan saat ini dikelompokkan kepada iklan
kelembagaan (institusional advertising), iklan pencitraan (image advertising),
iklan layanan masyarakat (public service advertising), dan public relations
periklanan (public relations advertising) merupakan tipe yang unik dari
beriklanan. ( hal. 137 )
B.
PUBLIC
RELATIONS DAN IKLAN
Antara public
relations dan periklanan (advertising) memiliki hubungan yang khas. Karena
secara praktis kedua jenis kegiatan tersebut walau memiliki persamaan, namun
juga memiliki pembedaan (distinction). Pembedaan tersebut disebabkan, karena
kedua kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda.
Ketika iklan mempromosikan mengenai suatu penjualan
produk, maka public relations advertising berupaya memberikan layanan informasi
mengenai kegunaan yang khas dari produk. Demikian halnya ketika iklan
mempromosikan tentang sistem pembayaran dari pembelian produk, maka public
relations advertising memperkenalkan suatu produk agar dapat menarik perhatian,
sesuai kebutuhan dan daya jangkau publik. Kegiatan ini sering disebut dengan “positioning”
dalam dunia iklan. Salah satu kegiatan dari public relations advertising yang
sering dilakukan adalah dalam bentuk publisitas produk atau dalam istilah asing
dikenal “product publicity”. Publisitas produk merupakan kegiatan yang mencoba
untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri publik konsumen, dari suatu produk yang
dipasarkan, sehingga siklus kehidupan suatu barang “life cycle” yang
dipromosikan dapat memiliki jangkauan waktu yang lebih lama. ( hal.139 )
C.
KIAT
DAN STRATEGI BERIKLAN
Secara singkat
dapat diuraikan, bagi para praktisi public relations yang bergerak pada
kegiatan beriklan (public relations advertising), tujuannya adalah :
a.
Merjer dan diversifikasi
b.
Meningkatkan dan mengubah pribadi
seseorang
c.
Menggali sumber daya organisasi
d.
Melakukan rekayasa peningkatan layanan
e.
Mengingatkan perkembangan sejarah
perusahaan
f.
Menguatkan serta menstabilkan anggaran
g.
Memperluas konsumen
h.
Merubah nama perusahaan sehingga
memiliki daya tarik dan bergengsi
i.
Melindungi hak cipta
j.
Menangani masalah-masalah darurat di
perusahaan
(
hal. 139-140 )
D.
KIAT
DAN STRATEGI BERIKLAN
Didalam
prakteknya seorang praktisi iklan sebelum melakukan promosi produk, perlu
mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain :
1. Keunggulan
komparatif produk
2. Dampak
akselerasi teknologi media komunikasi terhadap “product life cycle”
3. Dinamika
perubahan perilaku konsumen
4. Kondisi
ekonomi berorientasi pasar bebas
5.
Pengembangan produk baru yang
berorientasi dari “product idea” menjadi “product concept” ( hal. 141 )
E.
POTENSI
MEDIA
Dinamika dari
perkembangan iklan pada saat ini tidak pernah terlepas dari faktor potensi
media. Hal ini dimungkinkan, karena melalui media akan diperoleh keseragaman
(uniformitas global) dalam mempromosikan suatu produk agar dapat diterima
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan publik konsumen (positioning).
Berikut ini dapat
dijelaskan mengenai deskripsi dari potensi media untuk beriklan :
1. TELEVISI,
merupakan media penyiaran yang paling ampuh di Indonesia untuk beriklan. Jumlah
televisi yang dikelola oleh swasta nasional. Hingga saat ini terdapat lembaga
penyiaran TV swasta di 32 propinsi Indonesia. Beberapa waktu belakangan ini,
untuk melihat potensi media layar kaca ini sebagai media iklan yang ampuh,
adalah dengan “Riset Rating Media”.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh lembaga riset media “AGB Nielsen
Media Research” di Indonesia periode 2007-2010 menjelaskan :
a.
“Banyak transaksi beriklan TV
menggunakan “Cost Per Rating Point”
atau singkatan lebih populer disebut “CPRP”
sebagai “mata uang” dalam negosiasi
dan pengirimannya. Selama bertahun-tahun, di banyak negara, CPRP diyakini
sebagai alat yang ideal untuk menyederhanakan transaksi yang kompleks. Kedua
pihak hanya perlu persetujuan atas Biaya yang diinginkan dan tingkat GRP (Gross Rating Point), yang kemudian diterjemahkan
menjadi CPRP (Cost Per Rating Point).
b. Namun
dengan bertumbuhnya stasiun TV dalam beberapa tahun terakhir, pengiklan merasa
bahwa CPRP menjadi semakin mahal. Dengan demikian, mengikuti prinsip dasar
ekonomi “dapatkan sebanyak mungkin dengan sesedikit mungkin”, peningkatan CPRP
aktual dipertahankan sebatas satu digit pada banyak kasus. Yang mungkin
dilupakan banyak orang adalah fakta bahwa untuk menetapkan wajar tidaknya
tingkat CPRP, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. ( hal.
143-144)
2. RADIO, secara
konsepsional, penyiaran radio menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran, Bab I,
pasal 1 ayat (3) :
“Penyiaran
radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan
informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang
teratur dan berkesinambungan.” Sebagai media penyiaran
yang auditif, potensi radio siaran hingga saat ini tidak pernah padam.
3.
SURAT
KABAR, sebagai media tercetak (printed media), memiliki
potensi yang cukup baik setelah televisi. Keadaan ini dapat dibuktikan melalui
penjelasan Direktur Nielsen Media Reserach Indonesia Irawati Pratignyo dalam
jumpa pers di Jakarta, pada hari Selasa (26/11/2002) mengatakan :
a. Media
yang paling tinggi pertumbuhan iklannya adalah surat kabar yang naik 11 persen,
televisi 9 persen dan majalah 0,4 persen.
b. Dari
total belanja iklan sepanjang Januari-Oktober 2002 sebesar Rp 9,91 triliun,
kontribusi utama masih dipegang oleh televisi sebesar 66,4 persen (Rp 6,58
triliun), disusul surat kabar sebesar 28,1 persen (Rp 2,75 triliun) dan majalah
5,5 persen (Rp 581 miliar).
c.
Televisi yang paling banyak
menerima pendapatan iklan adalah RCTI sebesar Rp 1,58 triliun, Indosiar Rp 1,54
triliun, dan SCTV 1,32 triliun. Dari surat kabar yang paling banyak adalah
Kompas sebesar Rp 650 miliar, Jawa Pos Rp 239 miliar, dan Media Indonesia Rp
161 miliar. Sedangkan majalah dan tabloid ditempati oleh Nova Rp 61 miliar,
Femina Rp 51 miliar, dan Tempo Rp 38 miliar.
( hal. 146 )
4.
BIOSKOP,
merupakan media komunikasi yang masih bertahan pada saat ini, walau keberadaan
media ini sudah terkepung oleh kemajuan informasi dan teknologi komputer yang
semakin tinggi, ternyata bioskop masih menempati media rekreasi diluar rumah
yang masih dibutuhkan. Terdapat sejumlah keuntungan dan kerugian terhadap
potensi media ini; bagi seorang PR keuntungan yang diperoleh memasang iklan di
bioskop adalah : segmentasi pasar terbatas, gambar bergerak dan lagu
ditampilkan dalam layar besar, sering menimbulkan pengaruh psikologis bagi penonton
bagi penonton. Bioskop dapat digunakan untuk kegiatan kampanye lokal.
Kerugiannya adalah biaya produksi mahal, dan jumlah khalayak terbatas. ( hal. 147 )
F.
STRATEGI
PERANCANGAN PESAN
Demikian halnya
dengan sistem perancangan pesan iklan yang baik dan dipromosikan melalui media,
memungkinkan dapat menarik perhatian publik konsumen (packaging). Akhirnya
melalui potensi media akan dapat disusun strategi beriklan (Advertising
Strategies). Bagi sementara biro iklan atau seorang iklan atau seorang praktisi
PR yang jeli dan kreatif, hendaklah menyadari bahwa kegiatan beriklan di media,
pada dasarnya merupakan kegiatan komunikasi massa. ( hal. 148 )
Melvin L. Defleur dan Everrete E. Dennis
menjelaskan, ... “bahwa kegiatan beriklan
di media pada dasarnya merupakan suatu konteks dari kegiatan komunikasi massa;
karenanya setiap perancangan isi pesan (the content of advertising) hendaklah
memperhatikan hal sebagai berikut” :
STRATEGI
PERANCANGAN IKLAN
STRATEGI PERANCANGAN
|
URAIAN
|
PERSUASIVE APPEAL
|
Penyajian pesan haruslah menarik dan persuasi
|
DESIRE
|
Pesan iklan hendaklah dapat membangkitkan
keinginan khalayak/publik
|
IMAGINABLE
|
Pesan iklan hendaklah disampaikan secara verbal
dan visual, tentunya dengan menggunakan imajinasi (imaginable), seperti
menggunakan lambang (symbols), dan nilai (valuess) yang dapat membangkitkan
perhatian konsumen
|
CHANGED CONSIDERABILY OVER TIME
|
Setiap penyajian pesan iklan yang bersifat visual
dan verbal setiap saat dipertimbangkan dapat diubah, sesuai perkembangan
jaman
|
Kemudian
dapat dijelaskan salah satu model yang lazim digunakan untuk perancangan pesan
iklan agar lebih menarik, sebaiknya perlu mempertimbangkan langkah-langkah
berikut ini :
TAHAPAN
PERANCANGAN IKLAN DI MEDIA
ATTENTION
|
Setiap perancangan iklan, pertama sekali
diusahakan pesan iklan dapat menarik perhatian publik konsumen
|
INTEREST
|
Penyajian
isi pesan membangkitkan kepentingan konsumen
|
DESIRE
|
Penyajian
isi pesan dapat membangkitkan hasrat dan keinginan konsumen
|
CONVICTION
|
Rancanglah
pesan iklan yang dapat meyakinkan konsumen sehingga pada tahap lanjut
diharapkan produk yang dipromosikan akan dicari konsumen
|
DECISION
|
Setiap
penyajian pesan upayakan dapat mengarahkan dan meyakinkan konsumen agar
memilih produk yang dipromosikan
|
ACTION
|
Upayakan
di akhir setiap penyajian pesan, agar konsumen berupaya untuk mencari,
membeli dan memperoleh produk yang disampaikan
|
(
hal. 148-149 )
G.
TANTANGAN
DAN HARAPAN
Kehadiran
seorang praktisi PR didalam kegiatan periklanan merupakan suatu profesi.
Profesi ini dalam aktualitasnya disebut dengan “public relations advertiser”.
Secara fungsional profesi ini akan berhadapan dengan kegiatan beriklan, salah
satu yang lazim dilaksanakan adalah dalam bentuk “publicity advertising”.
Prinsip dari periklanan tersebut mengandung beberapa unsur utama : Iklan
(Advertising) – Penjualan (sales) – Publisitas (publicity). Dalam kenyataannya,
kawasan Indonesia pada saat ini semakin terbuka oleh berbagai ragam acara
televisi dari produksi mancanegara. Secara pasti dan tanpa dirasakan wilayah
hukum Indonesia telah diterobos dan dipayungi oleh penayangan dari berbagai
produksi siaran televisi mancanegara seperti TNT, Cartoon Network, Star TV,
MTV, Playhouse Disnery dan lain sebagainya melalui provider nasional. Secara
keseluruhan hal ini merupakan akibat dari
kebijaksanaan “Open Sky Policy”. ( hal. 150 )
Perlu disadari bagi para praktisi iklan, bahwa
tantangan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah membuka wawasan
khalayak dan dampak globalisasi, yang pada tahap lanjut akan mendorong kearah
perwujudan masyarakat informasi. Pemanfaatan media massa bagi dunia periklanan
akan dituntut untuk mengembangkan dirinya sebagai lembaga bisnis profesional
dengan dukungan teknologi media massa yang canggih serta memberikan dukungan
teknologi media massa yang canggih serta memberikan pengaruh akan jaminan
kualitas penyusunan iklan yang tepat, cepat dalam mempromosikan suatu produk
kepada konsumen. Prospek promosi dan strategi beriklan sangat menjanjikan
sebagai sektor investasi bisnis yang menjanjikan. Hal ini sangat dimungkinkan,
karena kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang paling potensial untuk
beriklan karena memiliki potensi jumlah penonton tv yang terbesar di dunia :
Lebih dari milyar pasang mata !! (
hal. 151 )
BAB
X
MEDIA RELATIONS
A.
PENGANTAR
Media massa
merupakan sarana yang paling ampuh untuk mendukung kegiatan humas atau public
relations. Kekuatan media massa dapat membentuk opini terhadap ide atau gagasan
di ruang publik. Bagi seorang pelaksana humas atau PR yang cerdas dan memiliki
kemampuan menciptakan hubungan yang harmonis dengan media, adalah salah satu
sukses. Dalam dimensi politik media, saat ini seorang pelaksana humas atau PR
haruslah menyadari, kehadiran seorang wartawan/reporter dalam meliput berita,
hendaklah disadari bahwa media massa merupakan sarana pendidikan dan akses
informasi bagi publik yang sudah terdidik. Penyajian berita politik dan
peristiwa sosial yang direkonstruksi dalam bahasa simbolik yang keras dengan
unsur provokasi, sensasional, secara perlahan-lahan dan pasti akan ditinggalkan
oleh publik pembaca. PR dan media massa harus mengakui bahwa faktanya kedua
belah pihak sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain. Dimana lembaga
pemerintahan dibutuhkan sebagai sumber berita mereka, sedangkan media massa
dibutuhkan lembaga sebagai sarana yang efektif dalam menyampaikan pesan.
Meskipun kadang kala saling ketidakpuasaan, tetapi keduanya hidup dalam sebuah
ikatan. Suatu ikatan yang disbut sebagai mutual dependency (saling
ketergantungan). (
hal. 153-154 )
B.
KONSEPSI
DAN PENAFSIRAN PROFESI JURNALISTIK
Secara
konsepsional profesi jurnalistik diterjemahkan sebagai komunitas masyarakat
yang memiliki kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge), dan beretika (code of
ethic).
Penafsiran tersebut memberikan implikasi
bahwasannya, agar dapat menjamin terselenggaranya kegiatan public relations
atau humas dapat dipercayai dan disosialisasikan kepada publik, adalah dari
peran reporter. Keberadaan seorang reporter untuk meliput kegiatan public
relations atau humas, merupakan suatu kontribusi. Maksudnya setiap peliputan
peristiwa oleh media secara fungsional dapat memberikan sinyalemen, peringatan,
dan indikasi dari suatu fakta. Namun seorang reporter juga diingatkan, bahwa
mereka sebagai insan pers tidak memiliki wewenang untuk melakukan penindakan
atau menghakimi terhadap anggota masyarakat dan aparat negara yang telah
melanggar tertib hukum. ( hal. 154-155 )
C.
HIMBAUAN
MORAL
Idealnya ketika
reporter mencoba meliput peristiwa serta merekonstruksi menjadi realitas sosial
pada diri khalayak, maka terciptalah reproduksi makna. Pada tahap lanjut
diharapkan makna tersbut dapat ditafsirkan oleh khalayak sesuai pengalaman
individunya, seperti penggunaan istilah “Terorisme”,
“ Jihad” atau “Kelompok Bersenjata”.
Berdasarkan
batasan berita tersebut, dapatlah diberi pengertian, bahwa berita merupakan
sepotong informasi yang signifikan dari suatu peristiwa akhir, dan memberikan
dampak bagi kepentingan publik. Implikasinya terhadap praktek jurnalistik,
adalah sebagai berikut :
1. Dalam
suasana yang transparant saat ini, kebebasan para reporter untuk menyusun
reportase penyajian berita merupakan salah satu refleksi daripada kebebasan
berbicara dan berpendapat, dan merupakan sendi dari kehidupan demokrasi. Pers
sebagai pranata sosial dalam alam reformasi, memiliki logikanya sendiri; yaitu
sebagai penyalur dan penyebar informasi yang bebas dan bertanggungjawab, sesuai
dengan filosofi lingkungannya : Kode Etik Jurnalistik.
2. Suatu
reportase pers terhadap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat pada saat
ini, telah memberikan arti; (1) pers harus dapat meyakinkan dirinya terlebih
dahulu terhadap pemahaman makna pelaksaan Pemilu yang bebas, jurdil, dan
rahasia sebagai salah satu ciri demokrasi. (2) kegiatan reportase untuk meliput
tentang Pemilu 2009 atau Meletusnya Gunung Merapi misalnya, atau “Pembatalan
Kunjungan Kenegaraan Preside SBY ke Belanda”, bertujuan untuk membangkitkan
kesadaran akan kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dengan
berlandaskan pada etika dan moral kebangsaan yang bersumber pada nilai-nilai
budaya Pancasila.
3. Satu keyakinan untuk rekan-rekan jurnalistik,
hasli dari suatu reportase yang disjikan amelalui media bukanlah untuk dibaca,
didengar, dan ditonton sendiri, melainkan untuk disebarkan ke khalayak.
( hal.
155-156 )
D.
MENGAPA
HARUS PROFESIONAL
Perlu disadari
tentunya bagi pelaksan humas atau PR, bahwasannya keterbukaan, kebebasan, dan
tanggung jawab pers saat ini nyaris hampir terlepas dari konteksnya. Sebagai
pranata sosial, pers cenderung tidak lagi menjaga keseimbangan informasinya
(cover both side), utamanya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat. Padahal
diyakini betul pers merupakan sarana yang paling ampuh untuk membentuk pendapat
publik di masyarakat. Dengan catatan terbentuknya pendapat itu sendiri sebagai
refleksi dari kesadaran kritis masyarakat.
Pemilihan fakta dari suatu realitas politik hanya
mungkin dapat disajikan dengan baik melalui tampilan berita, bilaman seorang
wartawan dapat menggunakan kerangka konsep untuk merekonstruksi peristiwa dan
menerjemahkan menjadi realitas nyata (real reality) kepada khalayak.
Oleh karenanya, profesionalisme wartawan atau
reporter ketika menjalankan fungsinya secara moral mengandung makna :
1. Insan
pers adaalh kelompok komunitas yang memiliki kemampuan untuk membentuk opini
masyarakat melalui kegiatan jurnalistiknya.
2. Insan
pers adalah kelompok komunitas yang memiliki hak istimewa (privilage) seperti:
Hak untuk memperoleh informasi, hak tolak, hak jawab, dan hak koreksi secara
proporsional.
( hal. 156-157 )
E.
IMPLIKASI
TERHADAP KEBEBASAN PERS
Bagi pelaksana
Humas atau PR perlu mempertimbangkan implikasi dari kebebasan informasi,
utamanya dalam kaitan hubungan dengan media. Bukan tidak mungkin para reporter
di media cetak yang menjalankan fungsi jurnalistiknya, sedikit bersinggungan
dan berhadapan dengan banyak kelompok kepentingan. Kelopok ini memandang
reformasi, tidak lebih sebagai suatu forum kepentingan. Kelompok ini cenderung
dapat memaksa serta mendesak tuntutan mereka dengan menggunakan “label
kepentingan rakyat” agar diliput. Mungkin keadaan ini merupakan situasi
dilematis, yang sering dihadapi reporter ketika mengemban tugas jurnalistiknya.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan bagi
pelaksana Humas ata PR ketika berhadapan dengan keadaan tersebut, yaitu :
1. Kehadiran
akan peran dan tanggungjawab reporter di masa ini, bukanlah suatu pengecualian
untuk mengasingkan diri dalam melakukan karya jurnalistik. Di masa ini sangat
dibutuhkan kehadiran seorang reporter yang memiliki visi dan misi tanggungjawab
untuk meliput berita yang dapat menumbuhkan iklim kesadaran untuk berbangsa,
bukan sebaliknya. Pendewasaan politik rakyat hanya mungkin dilakukan salah
satunya melalui penyajian berita yang sehat dan objektif.
2. Kontrol
sosial yang dijalankan pers terhadap segala bentuk kebijakan yang dijalankan
serta dikembangkan oleh lembaga pemerintah, swasta, dan juga masyarakat
merupakan tanggungjawab pers. Berkaitan dengan itu, peliputan berita oleh
seorang reporter, secara potensial dapat membentuk opini publik.
3. Hal
ini telah mengisyaratkan, bahwa dinamika dari keberadaan reporter didalam
menjalankan misinya selalu berada pada posisi yang mengemban panggilan tugas
aktif, dinamis, dan kreatif untuk ikut mengantarkan masyarakat ke arah proses
pendewasaaan diri dari kemajuan zaman.
( hal.
157-158 )
F.
TIGA
PENDEKATAN
Untuk
menciptakan agar kegiatan media relations dapat berjalan sesuai dengan harapan,
terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan oleh pelaksana humas atau PR :
1. Pendekatan
reaktif, adalah pendekatan yang dilakukan oleh pelaksana
humas atau PR terhadap media, meliputi langkah-langkah :
a. Pahamilah
tenggang waktu/deadline
b. Selalulah
siap untuk melakukan percakapan dengan telepon
c. Tempatkan
diri Anda dalam kepentingan reporter (positioning)
d. Upayakanlah
keseimbangan informasi
e. Jangan
bohong
f. Jangan
mengemis
2. Pendekatan
proaktif, adalah pendekatan yang dilakukan oleh pelaksana
humas atau PR dengan cara :
a. Apakah
Anda tahu pesan-pesan yang ingin Anda kirimkan?
b. Apakah
pesan Anda sudah jelas, langsung dan lugas?
c. Pilihlah
media yang tepat untuk digunakan menurut prioritasnya?
d. Pilih
reporter/editor akan dihubungi?
e. Utamakan
publikasi yang mengandung nilai berita?
f. Siapa
pihak ketiganya, dan apa kata mereka?
g. Sampaikan
siaran pers yang dapat menarik reporter tidak tertarik?
3. Pendekatan Interaktif,
adalah model pendekatan yang dilakukan oleh pelaksana humas atau PR yang
meliputi :
a. Diskusikan
isu-isu yang mungkin menarik perhatian untuk dipublikasikan
b.
Jadilah narasumber yang handal dan
dipercaya
c.
Selalulah berpikir dalam terminologi
kebutuhan dan tenggat waktu
d.
Utamakan eklusifitas subyek, tujuan
organisasi, keterbukaan hukum, serta aturan-aturan lainnya
e.
Bicaralah secara singkat, padat, dan
jelas
f.
Ingatlah reporter memiliki waktu
terbatas
( hal. 158-159 )
G.
KARAKTERISTIK
MEDIA
Mengenal
karakteristik media ketika pelaksana humas atau PR melakukan kegiatan dengan
menggunakan media. Mengenal karakteristik media adalah salah satu strategi
jitu. Lazimnya karakteristik media dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Surat Kabar Harian,
mengutamakan aktualita berita, tenggat waktu sangat ketat; butuh sumber yang
layak bisa dikutip dan dipercayai, akurasi informasi serta visualisasi
diutamakan, news release dipilih sedikit mungkin untuk dimuat, keseimbangan
antara informasi dan iklan tetap dijaga, pembaca surat kabar harian memiliki
fanatisme dan kesetiaan terhadap surat kabar yang mereka senangi, surat kabar
harian memiliki sirkulasi dan tiras yang besar.
2. Surat Kabar Mingguan,
punya staf redaksi/editorial yang terbatas; mengutamakan kepada news release
dan news photo (naskah berfoto), sifat penerbitan berkala, surat kabar mingguan
memiliki sirkulasi dan tiras yang terbatas.
3. Majalah Regional/Nasional,
memiliki SDM yang beragam, tergantung kepada luas sirkulasi dan pendapatan
iklannya. Staf redaksi biasanya membidangi beberapa fokus khusus. Mereka sangat
membutuhkan akses kepada berita foto, memiliki sirkulasi dan tiras yang
terbatas, sifat penerbitan berkala, memiliki sirkulasi tiras dan terbatas,
mengutamakan eklusifitas, tergantung topik berita yang sedang hangat dan
aktual.
4. Majalah perdagangan,
tenaga editornya terbatas, subyeknya terfokus, mengutamakan visi dan misi
lembaga atau instansi bertujuan untuk mempromosikan pencitraan lembaga, sangat
tergantung kepada penulis lepas freelance) sumber-sumber lainnya. Para
profesonal, akademisi, biasanya suka menulis artikel disini atau mengajukan
studi kasus dari hasil riset, memperkenalkan suatu produk dan jas, publik
pembacanya terbatas atau tertentu, memiliki sirkulasi dn tiras yang terbatas.
5. Newsletter/Warkah Warta, biasanya
pada satu subyek tertentu saja dan cenderung untk rinci dengan pendekatan
mendala (in-depth). Mereka umunya mengasumsikan pembaca telah memiliki
pengetahuan sebelumnya atas subyek tersebut.
6. Televisi, merupakan
peliputan mengutamakan spot news yang memiliki nilai hiburam, sensualitas, juga
feature. Televisi sebagai media penyiaran sangat memperhatikan kredibilitas isi
penyajian berita agar tetap dipercayai oleh publik.
7. Radio, menetapkan
jam siaran yang potensial bagi khalayak pendengar untuk jenis pemberitaan
“straight news”. Pada satu isi perlu diingatkan jenis berita “investigation
report” lebih diutamakan didalam aktualitanya, sehingga lebih menarik.
( hal.
159-160 )
H.
KARAKTERISTIK
WARTAWAN
Seringkali
kesenjangan informasi terjadi, akibat perbedaan visi yang digunakan oleh
reporter dengan pelaksana humas atau PR memiliki perbedaan. Bagi seorang
reporter mencari atau memburu informasi adalah tugas jurnalistik, namun
realitas di lapangan mereka sering tersesat oleh peluberan informasi yang
diberikan oleh pelaksana Humas atau PR.
Bagi seorang pelaksana humas atau PR mengedepankan sisi lembaga saja
bukanlah pekerjaan yang cerdas dan bijaksana, karena mereka sebagai pelaksan
Humas atau PR perlu menjaga keseimbangan informasi antara kepentingan publik
dengan perusahaan. Demikian juga reporter, peliputan peristiwa jurnalistik dan
menampilkan di media, sebaiknya menjaga keseimbangan antara kepentingan publik
dengan kepentingan media.
Sadarilah setiap penyampaian informasi dan pada
tahap lanjut ditayangkan di media, akan memberkan opini kepada publik. Jadi,
bagi pelaksana Humas atau PR, tidak usah panik jika bermasalah dengan media.
Pahamilah aturan main dan berpeganglah pada Kode Etik Jurnalistik, disamping
pendekatan (Lobbying) dengan dewan redaksi di media bersangkutan.
Lazimnya bagi pelaksana Humas atau PR, perlu juga
mengetahui karakteristik reporter media, antara lain dapat disebutkan :
1. Reporter
tidak menyukai suasana protokoler
2. Mereka
dikejar “tenggat waktu atau deadline”
3. Mereka
lebih menyukai persahabatan (relations ship)
4. Perlakuan
mereka secara eksklusif, karena mereka mebutuhkan
Mungkin salah satu cara mengatasi tindakan yang
perlu diperhatikan bagi pelaksana Humas atau PR, ketika berhadapan dengan media
adalah :
1. Buatlah
kliping media, dan lakukan analisis isi media (content analysis) dengan cara
memilah-milah bagian pemberitaan mana yang tidak benar dan pencemaran nama
baik, serta melanggar kode etika jurnalistik.
2. Lakukan
Hak Jawab sebagai narasumber.
3. Tetapkan
tuntutan yang kita inginkan atas
kelanjutan pelaksanaan Hak Jawab tersebut :
a. Pemuatan
Kewajiban Koreksi Media melalui Surat Pembaca atau semacamnya.
b. Mengadukan
kepada Tim Ombudsman Media yang bersangkutan agar dilakukan tindakan terhadap
penulis berita tersebut.
c. Permintaan
Permohonan Permintaan Maaf dari Pihak Media, baik langsung maupun lewat iklan
di berbagai media.
d. Melanjutkan
dengan proses hukum di pengadilan, setelah mengadukan (somasi) ke pihak
kepolisian.
( hal. 161-162 )
BAB
XI
IKLAN
LAYANAN MASYARAKAT
A.
PENGANTAR
Banyak orang
meyakini bahwa iklan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku publik agar
membeli atau menggunakan produk, atau jasa yang dipromosi melalui media.
Pemilihan fakta dari suatu realitas politik seperti kampanye pemilu 2008 hanya
mungkin dapat disajikan dan dikemas dengan baik melalui news-release, bilamana
seorang pelaksana Humas atau PR dapat menggunakan kerangka konsep untuk
merekonstruksi peristiwa dan menerjemahkan menjadi realitas nyata (real
reality) kepada publik agar mendukung proses pemilihan umum.
Namun bagi praktisi media, iklan dipandang tidak
lebih dari sekedar promosi jasa atau produk yang diperkenalkan melalui media.
Iklan tidak lebih kegiatan komunikasi yang berupaya untuk memberikan persuasi
dan motivasi kepada publik melalui terpaan media (media exposure), demi
meningkatkan penjualan produk. Dengan pengertian yang sama peran dan tujuan
iklan utamanya memberikan penguatan (media reinforcement) terhadap peningkatan
penjualan produk atau jasa kepada publik.
(hal.
163-164)
B.
PENGERTIAN
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT
Hingga saat ini
tidak banyak pengertian yang tegas dan jelas menjelaskan mengenai pengertian
Iklan Layanan Masyarakat, namun Philip Lesly menjelaskan, “Iklan Layanan Announcements” disingkat “ILM atau PSA”, menyebutkan kegiatan kampanye tentang informasi
publik melalui radio dan televisi, bersumber dari lembaga nonprofit (charitable organizations). ( hal. 165 )
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Bab-I Ketentuan Umum
Pasal-1 ayat (7) menjelaskan :
“Siaran Iklan Layanan
Masyarakat adalah siaran nonkomersial gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau
pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat
dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut”. (
hal. 166 )
C.
KARAKTERISTIK
PERANCANGAN PESAN
Agar setiap
informasi yang diberikan dapat lebih efektif dan langsung, maka terdapat
beberapa karakteristik perancangan pesan Iklan Layanan Masyarakat sebagai
berikut :
MEDIA
|
KARAKTERISTIK
PESAN
|
DIRECT-MAIL
|
Informasi
langsung (spot news), gunakan singkatan (abbreviation) dan narasi singkat,
padat, informatif.
|
RADIO dan
TELEVISI
|
1.
Penyusunan kata hanya berjumlah 25 kata setiap 10
detik (25 words per 10 seconds)
2.
Pesan dapat menumbuhkan imajinasi khalayak
pendengar
3.
Durasi ukuran standar untuk iklan spot PSA/ILM
berkisar antara 60, 30, 20,15, dan 10 detik
4.
Membubuhkan nama organisasi, lembaga, atau
perusahaan yang menjadi sponsor
5.
Mengirim transkip atau storyboard kepada dewan
redaksi di media penyiaran
6.
Saat tertentu gunakan running texts
|
SURAT KABAR
|
1.
Gunakan kata-kata simbolik yang dapat menarik
perhatian publik
2.
Uraikan visi, misi, dan tujuan PSA/ILM
3.
Rancang pesan yang dapat menumbuhkan perubahan
sikap atau perilaku publik membaca
4.
Membubuhkan nama organisasi, lembaga, atau
perusahaan yang menjadi sponsor
|
(
hal. 166 )
D.
PENULISAN
NASKAH (Script Writing) DI MEDIA
Penulisan naskah
(Script treatment atau script writing) lazimnya disebut Storyboard, merupakan
penulisan naskah (script) yang berisi adegan (scene) yang diinginkan, berikut
dengan audio dan durasinya. Penulisan naskah dapat dipilah menjadi:
1.
Script treatment,
naskah (script) ini berisi adegan (scene) yang digunakan dalam kampanye iklan
produk, jasa, dan gagasan, yang akan ditayangkan melalui media penyiaran, dapat
bertujuan komersil dan nonkomersil. Isi naskah meliputi adegan (scene), audio,
dan perkiraan waktu (duration). ( hal. 167 )
Contoh :
No.
|
ADEGAN
(SCENE)
|
AUDIO
|
DURASI
|
1.
|
Sepasang
mahasiswa pria dan wanita sedang menuju ruang kuliah.
|
SOT
: Musik Jazz
SOF
|
5
detik
|
2.
|
Orang
yang sama kini mengambik posisi duduk menunggu dosen yang datang sambil
berdiskusi berdua.
|
SOT
: Musik Jazz
SOF
|
5
detik
|
3.
|
Latar
belakang kampus FISIP USU.
|
SOT
: Musik Jazz
|
5
detik
|
2.
Shooting script, merupakan
penulisan naskah yang berisi penjabaran script yang lebih terinci dan
sistematis. Isinya meliputi teknik shot, transisi, audio (termasuk musik dan
efek suara/sound effect), naratif, arahan untuk aktor, dan perkiraan waktu. ( hal.167 )
Contoh :
No.
|
Mode
|
Video
|
Audio
|
Durasi
|
1.
|
|
Sepasang mahasiswa pria dan wanita sedang meuju ruang kuliah.
|
SOT: Musik Jazz
|
1 detik
|
2.
|
LS Cut to
|
Mahasiswa mengambil posisi duduk disamping mahasiswi menunggu
dosen yang datang sambil berdiskusi berdua.
|
SOT: Musik Jazz
|
0,5 detik
|
3.
|
MS Cut to
|
Seorang dosen masuk ruang kuliah.
|
Suara sepatu
|
1,2 detik
|
4.
|
MS Cut to
|
Dosen mengucapkan selamat pagi kepada mahasiswa sambil berdiri
didepan ruang kuliah.
|
Suara
|
1 detik
|
3.
Story
board, merupakan penulisan naskah (script), tidak jauh berbeda dari shooting
script. Namun dilengkapi dengan ilustrasi. Biasanya dalam bentuk tampilan
gambar bergerak (motion picture), sehingga dapat memberikan gambaran yang
paling lengkap bagi sutradara, operator kamera, dan semua orang yang terkait
dalam proses produksi. ( hal. 168 )
Contoh :
No.
|
Adegan
|
Audio
|
Durasi
|
Ilustrasi
|
1.
|
Sepasang
mahasiswa pria dan wanita sedang menuju ruang kuliah.
|
SOT:
Musik Jazz
SOF
|
0,5
detik
|
Latar
belakang gedung induk Fisip USU
|
2.
|
Sambil
menunggu kedatangan dosen, mahasiswa pria mengambil posisi berdiri berbicara
dengan mahasiswi.
|
Suara
langkah bersepatu
|
1,05
detik
|
Latar
belakang gambar ruang
|
3.
|
Dosen
melangkah menuju ruang kuliah, berdiri sambil mengucapkan selamat pagi !!
|
Suara
sang dosen
|
1,10
detik
|
|
4.
|
Dosen
mulai menyampaikan materi perkuliahan
|
Suara
sang dosen
|
1.10
detik
|
|
E.
TEKNIK
SHOOTING
Demikian halnya
dengan teknik shooting; satu hal yang perlu diingat oleh seorang pelaksan Humas
atau PR adalah menampilkan tayangan untuk media penyiaran utamanya televisi
yang informatif. Berikut ini dijelaskan secara singkat mengenai beberapa teknik
shooting, utamanya dalam persiapan penyusunan iklan layanan masyarakat. Secara
sistematis teknik shooting dapat dijelaskan melalui diagram berikut ini :
TEKNIK
SHOOTING
|
PENJELASAN
|
CU (CLOSE UP)
|
Adalah shot yang
mengambil gambar dari leher hingga ke kepala saja.
|
ECU (EXTREME CLOSE
UP)
|
Adalah shot yang
lebih fokus dari CU. Biasanya mengambil gambar salah satu bagian tubuh saja,
seperti mata atau telinga.
|
BUSH SHOOT
|
Adalah shot yang mengambil
gambar dari dada keatas.
|
LS (LONG SHOT)
|
Mengambil gambar
seluruh badan dengan menyisakan sedikit (atau sangat pas) diatas dan dibawah
gambar badan itu.
|
EXTREME LONG SHOT
|
Adalah pengambilan
gambar orang dari kejauhan.
|
( hal. 169 )
F.
GERAKAN
KAMERA
Lazimnya dalam
penulisan script writing atau story board dapat gerakan kamera dikelompokkan
kepada beberapa istilah teknis. Melalui diagram berikut ini dijelaskan tipe
gerakan kamera yang lazim digunakan berikut dengan penjelasan.
GERAKAN
KAMERA
|
PENJELASAN
|
DOLLY IN/OUT
|
Gerakkan kamera dalam
garis lurus kearah mendekati atau menjauhi objek. Biasanya menggunakan rel
yang disebut dolly.
|
TRACK RIGHT/LEFT
|
Gerakkan kamera
secara paralel terhadap objek. Ke kanan atau ke kiri. Dapat menggunakan rel
atau kamera cukup ditempelkan saja pada operator kamera.
|
PAN RIGHT/LEFT
|
Gerakkan kamera ke
kanan/kiri, dengan menggunakan kamera sebagai porosnya, seperti kepala yang
menggeleng.
|
TILP UP/DOWN
|
Gerakkan kamera
keatas atau kebawah, dengan menggunakan kamera sebagai porosnya, seperti
kepala yang mengangguk.
|
( hal. 170 )
G.
TEKNIK
TRANSISI
Pemahaman teknis
mengenai teknik transisi adalah, perpindahan gambar dari satu adegan ke adegan
berikutnya. Dibawah ini dijelaskan mengenai beberapa jenis teknik transisi yang
lazim digunakan.
TEKNIK
TRANSISI
|
PENJELASAN
|
CUT
|
Perpindahan gambar
dari satu shot ke shot lainnya.
|
DISSOLVE
|
Perpindahan gambar
secara bertahap dari satu gambar ke gambar lain.
|
WIPE
|
Efek perpindahan
gambar yang menyebabkan sebuah gambar seperti ditarik dan digantikan gambar
yang baru.
|
FADE
|
Perubahan gambar
secara bertahap dari gelap, atau menuju gelap. Biasanya digunakan pada awal
atau akhir scene.
|
( hal. 170 )
H.
TEKNIK
SUARA
Didalam kegiatan
penulisan naskah (script writing), penggunaan serta pemilihan efek suara untuk
mendramatisir adegan (scene) merupakan salah satu prasyarat yang harus ada.
Dengan kemajuan tekonologi, saat ini bantak kalangan produser telah melakukan
perubahan besar dalam teknik pengisian suara. Perubahan efek suara analog
menjadi suara digital sudah merupakan keharusan. Berikut ini dijelaskan
beberapa teknik dari efek suara digital yang biasa dilakukan oleh seorang
produser.
TEKNIK
SUARA
|
PENJELASAN
|
SFX (SOUND EFFECTS)
|
Efek suara yang
digunakan untuk mendramatisasi adegan, biasanya dapat dipilih tergantung
kebutuhan produser dari bunyi tabrakan mobil hingga suara hujan.
|
SOF (SOUND OF FILM)
|
Efek suara yang
berasal dari audio asli pada saat pengambilan gambar asli.
|
SOT (SOUND OF TAPE)
|
Efek suara yang
berasal dari video atau tape.
|
SIL (SILENT FILM)
|
Tanpa suara.
|
MUSIC UP
|
Volume musik yang
semakin meningkat.
|
MUSIC UNDER
|
Volume musik yang
semakin rendah. Biasanya digunakan agar suara narator dapat terdengar.
|
MUSIC UP AND OUT
|
Biasanya menandakan
akhir iklan.
|
VO (VICE-OVER/VOICE
ONLY)
|
Menunjukkan bahwa
pembicara tidak berada dalam kamera.
|
OC (ON CAMERA)
|
Menunjukkan bahwa
pembicara atau narator sudah terlihat di kamera.
|
( hal. 171 )
BAB
XII
PENULISAN PSA DI RADIO
A.
PENGANTAR
Iklan Layanan
Masyarakat disingkat ILM, istilah asingnya disebut “Public Service
Announcement”, singkatan populernya dikenal PSA. Kegiatan PSA hanya untuk
lembaga nonprofit, dan tidak mencari keuntungan bisnis dari kegiatan promosi.
Umumnya PSA diterima di media cetak dan elektronik, tanpa dikenakan biaya.
Dalam realitas media, penulisan PSA di media banyak
memiliki pilihan (media uses). Tidak ada aliran dana yang berputar dalam
menempatkan PSA di media, karena itu kualifikasi PSA yang dirancang oleh
pelaksana Humas atau PR setara dengan iklan komersial. Penulisan PSA di media,
memiliki hubungan yang kuat dengan bentuk media yang akan dipilih oleh seorang
pelaksana humas atau PR. ( hal. 175 )
B.
PENGELOMPOKKAN
MEDIA PENYIARAN
Radio sebagai
salah satu bentuk media penyiaran yang auditif, berdasarkan regulasi penyiaran
dikelompokkan sebagai berikut :
JASA
PENYIARAN
|
DESKRIPSI
|
Lembaga Penyiaran Publik
Bab. III Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal-14 ayat (1)
|
Adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen,
netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
msyarakat.
|
Lembaga Penyiaran Swasta
Bab. III Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal-16 ayat (1)
|
Adalah lembaga penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan hukum Indpnesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.
|
Lembaga Penyiaran Komunitas
Bab. III Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal-23 ayat (1)
|
Merupakan lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat
independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan
wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
|
Lembaga Penyiaran Berlangganan
Bab. III Penyelenggaraan Penyiaran Pasal-25
ayat (1)
|
Merupakan lembaga penyiaran berbentuk
badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa
penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin
penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
|
( hal. 176 )
C.
KIAT
MENULIS PSA DI RADIO
Otto Klapner
menjelaskan, agar tujuan beriklan dapat berjalan sesuai dengan tujuan
perusahaan atau organisasi, mak setiap perancangan pesan iklan hendaklah
memperhatikan unsur-unsur berikut ini : Awareness,
Knowledge, Liking, Preference, Loyal.
Secara operasional berdasarkan pandangan tersebut
diatas, diketahui PSA sebagai salah satu bentuk kegiatan komunikasi massa, PSA
adalah kegiatan beriklan di media tanpa mencari keuntungan bisnis. Juga dalam
penulisan PSA di radio, pelaksana humasbatau PR perlu mengetahui mengenai
“prinsip dasar jurnalistik penyiaran”, seperti penyampaian pesan disajikan
dalam bentuk ucapan (It’s spoken),
langsung (immediate), berciri antar
pribadi (person to person), hanya
didengar sekali (it’s heard only once),
dan hanya suara (it’s sound only)
merupakan keunggulan yang perlu tetap dipertahankan.
( hal. 177 )
D.
LAYOUT
MATERI PSA
Fraser P. Seitel
juga menjelaskan, salah satu tujuan dari kegiatan beriklan di media adalah
dalam bentuk publisitas produk atau dalam istilah asing dikenal dengan “product
publicity”. Publisitas produk merupakan kegiatan yang mencoba untuk menumbuhkan
kepercayaan pada diri publik konsumen, dari suatu produk yang dipasarkan,
sehingga siklus kehidupan suatu barang “life cycle” yang dipromosikan dapat
memiliki jangkauan waktu yang lebih lama.
Oleh karenanya, bagi para praktisi humas atau public
relations officers (PR/PRO) yang bergerak pada kegiatan beriklan, sebaiknya
menyadari bahwasannya kegiatan beriklan didalam suatu lembaga atau perusahaan
adalah meliputi hal-hal berikut:
1. Merjer
dan diversifikasi
2. Meningkatkan
dan mengubah pribadi seseorang
3. Menggali
sumberdaya organisasi
4. Melakukan
rekayasa peningkatan pelayanan
5. Mengingatkan
perkembangan sejarah perusahaan
6. Menguatkan
serta menstabilkan anggaran
7. Memperluas
konsumen
8. Mengubah
nama perusahaan sehingga memiliki daya tarik dan bergengsi
9. Melindungi
hak cipta
10. Menangani
masalah-masalah darurat di perusahaan
Agar penyajian pesan iklan PSA menarik untuk
didengar publik, maka layout materi PSA perlu memperhatikan formula tahapan
perancangan pesan iklan, dengan unsur-unsur “A-I-D-C-D-A”. Berikut ini dapat
dijelaskan formula tersebut melalui diagram berikut :
LAYOUT
MATERI
PSA
|
ATTENTION
Setiap perancangan pesan iklan,
pertama sekali usahakan isi pesan dapat menarik perhatian publik konsumen
(attention).
INTEREST
Tahap berikutnya, upayakan agar
penyajian pesan dapat menumbuhkan kepentingan konsumen.
DESIRE
Rancanglah pesan iklan yang dapat
membangkitkan keinginan pada diri konsumen untuk membeli produk berdasarkan
sosio-emosinya.
CONVICTION
Rancanglah pesan iklan yang dapat
meyakinkan konsumen sehingga pada tahap lanjut diharapkan produk yang
dipromosikan akan dicari konsumen.
DECISION
Setiap penyajian pesan upayakan dapat
mengarahkan dan meyakinkan konsumen agar memilih produk yang dipromosikan.
ACTION
Upayakan di akhir setiap penyajian
pesan, agar konsumen berupaya untuk mencari, membeli, dan memperoleh produk
yang dipromosikan.
|
(
hal. 178 )
BAB XIII
SEKILAS
PERKEMBANGAN KODE ETIK PROFESI KEHUMASAN DI INDONESIA
PENGANTAR
Sebelum rejim
Orde Baru tumbang pada dekade 1998, terdapat dikotomi asosiasi kehumasan di
Indonesia. Pertama, asosiasi
kehumasan yang mewakili perusahaan swasta, kedua
adalah asosiasi kehumasan yang berafiliasi bagi kepentingan rejim Orde
Baru.
Asosiasi
kehumasan yang mewakili perusahaan swasta dapat disebutkan “Perhumas” dan
“Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia”. Kedua lembaga ini
masing-masing memiliki Kode Etik Profesi yang harus dipatuhi bagi anggota
perhimpunan. Demikian halnya asosiasi kehumasan yang mewakili kepentingan
lembaga atau instansi pemerintah dikenal dengan “Badan Koordinasi Kehumasan
Pemerintah” disingkat “Bakohumas”. Bakohumas legalitasnya berdasarkan surat
keputusan menteri penerangan No. 31/KEP/MENPEN/1971. Secara kelembagaan
Bakohumas memiliki makna yang sama, yaitu Humas Pemerintahan atau “Government Public Relations”. Visi dan
misi Bakohumas ini cukup jelas, melakukan
pengawasan terhadap penyebaran informasi di lingkungan lembaga
pemerintah. Pada satu sisi lembaga yang bernama “Bakohumas” merupakan corong
pemerintah dan secara fungsional meningkatkan koordinasi, integrasi dan
sikronisasi antar humas-humas di lingkungan lembaga pemerintah ataupun lembaga
negara nondepartemen. ( hal. 181 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar